Burung cenderawasih, sering dijuluki burung surga karena keindahan bulunya, merupakan harta alam yang sangat istimewa. Keunikan ini menjadikannya terkenal tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai belahan dunia.
Namun, populasi burung ini semakin langka akibat beragam ancaman lingkungan. Meskipun demikian, Anda hanya dapat menemukan burung-burung ini di wilayah Papua, khususnya di kawasan yang masih terjaga keasliannya.
Keunikan dan Pentingnya Ekowisata Burung Cenderawasih di Papua
Salah satu lokasi utama untuk melihat burung cenderawasih adalah Bukit Issyo di Rhepang Muaib, Nimbokran, Kabupaten Jayapura. Untuk mencapai lokasi ini, pengunjung menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam dari Sentani, ibukota kabupaten, kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki menuju perkampungan warga.
Oleh karena itu, karena burung hanya muncul pada pagi hari, pengunjung disarankan menginap di sana. Menariknya, penginapan di lokasi ini dikelola oleh masyarakat setempat, sehingga menjadi bagian integral dari upaya ekowisata berkelanjutan.
Waktu dan Lokasi Terbaik untuk Melihat Burung Cenderawasih
Burung cenderawasih biasanya muncul antara pukul 06.00 hingga 07.00 WIT. Untuk mencapai kawasan pengamatan, pengunjung berjalan kaki selama tiga hingga empat jam. Karena itu, wisatawan sebaiknya berangkat dini hari, sekitar pukul 04.30 WIT. Di lokasi ini, Anda menemukan enam pos pemantauan yang telah tersedia, masing-masing dengan jarak tempuh berbeda.
Dengan demikian, wisatawan dapat memilih pos yang sesuai kebutuhan mereka, termasuk durasi perjalanan dan jenis burung yang ingin dilihat.
Setiap pos pemantauan menawarkan pengalaman unik. Misalnya, di posko 1, Anda melihat tiga jenis burung cenderawasih: cenderawasih mati kawat, cenderawasih minor, dan cenderawasih raja. Sementara itu, di posko 6, Anda menemukan cenderawasih toowa cemerlang.
Hebatnya, setiap hari, burung-burung ini melakukan aktivitas yang sama, sehingga pengunjung dapat merencanakan kunjungan mereka dengan lebih baik.
Atraksi yang Mengagumkan
Saat muncul, burung cenderawasih menampilkan pertunjukan yang luar biasa. Mereka saling bercengkerama, menari, dan mengepakkan sayapnya. Ini menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung yang ingin menyaksikan langsung keindahan alami burung ini.
Secara keseluruhan, Anda dapat melihat enam jenis cenderawasih di hutan yang masih terjaga keasliannya, yaitu:
- Cenderawasih mati kawat (Seleucidis melanoleucus)
- Cenderawasih kuning kecil (Paradisaea minor)
- Cenderawasih paruh-sabit paruh-putih (Drepanornis albertisi)
- Cenderawasih raja (Cicinnurus regius)
- Toowa cemerlang (Ptiloris magnificus)
- Cenderawasih belah-rotan (Cicinnurus magnificus)
Musim Kawin dan Tantangan dalam Menyaksikan Burung Cenderawasih
Meskipun burung cenderawasih muncul setiap hari, momen terbaik untuk melihatnya adalah saat musim kawin, yaitu antara Juni hingga September. Pada masa ini, burung jantan memamerkan keindahan bulu dan perilaku menarik untuk mencari pasangan.
Namun, tidak semua pengunjung dapat menyaksikan momen ini karena kondisi cuaca yang tidak mendukung. Pasalnya, saat hujan turun, aktivitas burung seringkali terganggu, sehingga pengunjung tidak bisa melihatnya secara langsung.
Peran Masyarakat dalam Pelestarian
Upaya pelestarian burung cenderawasih tidak hanya peneliti lakukan, tetapi juga masyarakat setempat.
Alek Waisimon, pengelola ekowisata di Issyo Hills Bird Watching, mengungkapkan bahwa minat wisatawan, khususnya mancanegara, untuk melihat burung ini terus meningkat. Setiap bulan, kelompok wisatawan datang, yang menunjukkan potensi besar ekowisata ini.
Edoward Krisson Raunsay, seorang peneliti burung cenderawasih, menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak dalam menjaga habitat burung ini.
Ia menilai bahwa inisiatif masyarakat di Nimbokrang, khususnya di Rhepang Muaib, patut kita dukung agar dapat bertahan dalam jangka panjang. Tanpa dukungan maksimal, hutan dan spesies langka ini dapat punah.
Kebutuhan Dukungan dan Regulasi yang Ketat
Untuk menjaga keberlanjutan ekowisata, kita membutuhkan penguatan kapasitas masyarakat lokal sebagai pelaku utama. Pelatihan, penyuluhan, dan pemberdayaan ekonomi menjadi langkah penting dalam memastikan partisipasi aktif masyarakat.
Selain itu, kita juga memerlukan regulasi ekowisata yang ketat dan beretika, termasuk kuota kunjungan, waktu kunjungan, dan jarak pandang pengamatan untuk melindungi habitat dan perilaku satwa liar.
Integrasi dengan riset ilmiah dan pendidikan menjadikan ekowisata sebagai laboratorium lapangan untuk penelitian burung cenderawasih dan pelestarian habitat hutan tropis Papua.
Lebih lanjut, penciptaan insentif konservasi juga krusial agar manfaat ekonomi langsung terasa oleh masyarakat lokal sebagai kompensasi atas praktik menjaga hutan dan tidak berburu satwa liar.
Lokasi Lain untuk Menyaksikan Burung Cenderawasih
Selain di Rhepang Muaib, beberapa lokasi lain di Papua juga menawarkan pilihan untuk melihat burung cenderawasih. Salah satunya adalah Kabupaten Kepulauan Yapen.
Di sini, kita dapat mengembangkan beberapa lokasi menjadi ekowisata, mirip dengan yang dilakukan di Rhepang Muaib. Hal ini tidak hanya membantu menjaga habitat burung cenderawasih, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi masyarakat sekitar.
“Dengan pendekatan yang tepat, ekowisata ini dapat menjadi pilar pembangunan berkelanjutan yang menghormati budaya lokal, menjaga warisan alam Papua, serta memperkuat posisi Indonesia dalam konservasi global,” ujar Edoward.