Penurunan Tidur Nyenyak Bisa Picu Penyakit Demensia? – Setiap malam, tubuh kita secara alami bergantian antara tidur ringan dan tidur nyenyak. Umumnya, kita mengukur kualitas tidur dari seberapa segar kita bangun dan menikmati kopi di pagi hari.
Namun, ada fakta yang lebih mengejutkan. Saat malam tiba, ketika otot-otot rileks dan mimpi mulai memudar, otak kita memasuki tahap tidur gelombang lambat. Ini adalah fase paling tenang dan paling memulihkan sepanjang siklus tidur.
Kini, para ilmuwan menunjukkan bahwa erosi bertahap pada fase tidur gelombang lambat dapat menjadi tanda peringatan awal untuk demensia. Jadi, masalahnya bukan pada durasi tidur setiap malam, melainkan seberapa nyenyak kita tidur dari tahun ke tahun.
Bahkan, kehilangan terlalu banyak tidur nyenyak dapat memicu masalah ingatan di masa mendatang. Menurut para peneliti, kehilangan kecil setiap malam dapat menumpuk seiring waktu dan secara diam-diam membentuk takdir kognitif seseorang.
Memahami Tidur Gelombang Lambat
Umumnya dikenal sebagai tidur nyenyak, tidur gelombang lambat merupakan fase paling memulihkan dalam siklus tidur Anda.
Selama tahap ini, otak Anda menghasilkan gelombang delta yang lambat dengan amplitudo tinggi. Secara bersamaan, tubuh Anda memasuki kondisi paling rileks; detak jantung melambat, tekanan darah menurun, dan otot-otot hampir tidak bergerak.
Pada fase penting ini, cairan serebrospinal mengalir melalui jaringan otak, membersihkan protein seperti amiloid dan tau yang menumpuk saat Anda terjaga. Perlu diketahui, keduanya merupakan penyebab utama penyakit Alzheimer, yang saat ini telah memengaruhi sekitar satu dari sembilan warga Amerika berusia di atas 65 tahun.
Ketika Anda kekurangan tidur nyenyak, proses penting ini terganggu. Bahkan, penelitian di laboratorium menunjukkan bahwa satu malam tanpa tidur yang nyenyak dapat meningkatkan kadar amiloid dalam otak.
Akibatnya, kekurangan tidur nyenyak secara kronis selama bertahun-tahun dapat menyebabkan penumpukan “limbah” di otak. Hal ini pada akhirnya merusak jalur-jalur saraf yang bertanggung jawab atas ingatan, perencanaan, dan suasana hati Anda.
Pemantauan Pola Tidur Selama Puluhan Tahun
Para peneliti menganalisis data dari Framingham Heart Study, mengikuti 346 orang dewasa berusia di atas 60 tahun yang menjalani dua studi tidur larut malam dengan jarak lima tahun.
Selama 17 tahun berikutnya, 52 dari mereka mengembangkan demensia, dan sebuah pola yang jelas muncul: setiap penurunan 1 persen per tahun dalam tidur gelombang lambat meningkatkan risiko penyakit demensia sebesar 27 persen.
Matthew Pase, seorang asisten profesor dari Universitas Monash, menjelaskan, “Tidur gelombang lambat, atau tidur nyenyak, mendukung otak yang menua dengan berbagai cara. Kita tahu tidur meningkatkan pembersihan limbah metabolisme dari otak, termasuk memfasilitasi pembersihan protein yang menggumpal pada penyakit Alzheimer.”
Ia menambahkan, “Namun, hingga saat ini kami belum yakin akan peran tidur gelombang lambat dalam perkembangan demensia. Temuan kami menunjukkan bahwa kehilangan tidur gelombang lambat mungkin merupakan faktor risiko demensia yang dapat dimodifikasi.”
Gen, Tidur, dan Risiko Penyakit Demensia
Penelitian terbaru kembali menyoroti kaitan antara faktor genetik dan kualitas tidur yang nyenyak. Sebagai contoh, salah satu studi penting mengidentifikasi peran gen APOE ε4—varian genetik yang dikenal sebagai faktor risiko penyakit Alzheimer.
Orang yang membawa gen ini cenderung kehilangan kualitas tidur nyenyak lebih cepat dibandingkan mereka yang tidak memilikinya. Namun demikian, bahkan tanpa kehadiran gen tersebut, penurunan drastis dalam durasi tidur gelombang lambat tetap menunjukkan konsekuensi negatif.
Para peneliti meyakini bahwa pengukuran volume otak tidak menjelaskan tren tersebut secara memadai. Oleh karena itu, temuan ini mengarahkan mereka pada kesimpulan bahwa tidur itu sendiri mungkin menjadi faktor utama. Selain itu, dengan memantau gelombang otak saat tidur, tenaga medis dapat mendeteksi tanda-tanda awal penyakit demensia jauh sebelum gejalanya muncul.
Meneliti Tidur Gelombang Lambat
Seperti dilaporkan Earth.com, penelitian terbatas di University of California, Berkeley, mengungkapkan bahwa tidur nyenyak membantu otak mengatasi dampak penyakit, bahkan saat kerusakan sudah mulai terjadi. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas tidur menjadi krusial.
Dalam studi tersebut, 62 relawan lansia menghabiskan satu malam dengan pemantauan aktivitas melalui elektroensefalografi. Selanjutnya, keesokan harinya, mereka diminta mengingat dan mencocokkan nama dengan wajah. Hasilnya memberikan wawasan penting mengenai fungsi tidur.
Menariknya, peserta dengan penumpukan beta-amyloid di otak, namun memiliki tidur gelombang lambat yang cukup, menunjukkan performa memori setara dengan mereka yang otaknya bersih dari deposit protein tersebut. Hal ini menyoroti pentingnya tidur gelombang lambat untuk kesehatan kognitif.
“Dengan demikian, tingkat kerusakan otak tertentu tidak berarti seseorang pasti mengalami gangguan memori atau gejala kognitif,” ujar Zsófia Zavecz, peneliti pascadoktoral di Center for Human Sleep Science, UC Berkeley. Jadi, optimalkan tidur Anda.
“Masyarakat perlu memahami bahwa meskipun memiliki kerusakan otak tertentu, faktor gaya hidup dapat membantu mengurangi dampaknya. Salah satunya adalah tidur, khususnya tidur nyenyat.” Oleh karena itu, prioritaskan tidur berkualitas demi kesehatan otak jangka panjang.
Menjaga Daya Ingat Tetap Stabil
Ahli saraf Matthew Walker, penulis senior studi tersebut, mengajukan pertanyaan menarik: Jika tidur sangat penting bagi daya ingat, mungkinkah tidur menjadi kunci yang menjelaskan mengapa dua orang dengan tingkat kerusakan otak sama mengalami dampak memori berbeda?
Menurutnya, bila teori ini terbukti benar, maka ini kabar baik karena kita bisa mengubah pola tidur. Dengan kata lain, ini adalah risiko yang bisa dimodifikasi.
Ia pun mengibaratkan tidur nyenyak sebagai pelampung yang menjaga daya ingat agar tetap mengapung, alih-alih tenggelam dalam beban penyakit Alzheimer.
Walker menyarankan bahwa tidur non-REM yang nyenyak mungkin menjadi kunci untuk memahami cadangan kognitif seseorang. Lebih baik lagi, kita bisa meningkatkan kualitas tidur ini, bahkan di usia lanjut.
Meningkatkan Kualitas Tidur Gelombang Lambat
Meskipun alat laboratorium belum bisa menjamin durasi tidur gelombang lambat yang lebih panjang, nyatanya pilihan gaya hidup sehari-hari Anda memegang peran penting. Oleh karena itu, terapkan beberapa kebiasaan sederhana berikut yang dapat membantu:
- Jaga jadwal tidur yang konsisten untuk menstabilkan ritme sirkadian.
- Sediakan kamar tidur yang sejuk dan gelap agar tubuh tidak mudah kepanasan.
- Hindari konsumsi kafein setelah makan siang.
- Mandi air hangat sebelum tidur untuk mendorong otak masuk ke fase tidur yang lebih nyenyak.
“Salah satu keuntungan dari temuan ini adalah aplikasinya yang luas, khususnya pada populasi usia di atas 65 tahun,” ungkap Zavecz. Artinya, “Dengan tidur lebih baik dan menerapkan kebersihan tidur yang baik, yang kini sangat mudah ditemukan informasinya secara daring, individu dapat memperoleh manfaat perlindungan terhadap jenis kerusakan otak yang berkaitan dengan Alzheimer.”
Meski sensor tidur (wearable sleep tracker) belum sepenuhnya akurat, namun kini alat tersebut sudah dapat memberikan gambaran awal mengenai pola tidur gelombang lambat di rumah. Dengan memahami dan mendukung tahap tidur krusial ini melalui rutinitas yang sehat dan konsisten, kita memperoleh alat yang kuat dan terjangkau untuk menjaga ketahanan kognitif hingga usia lanjut.
Mendeteksi penurunan kualitas tidur sejak dini memberi kesempatan bagi lansia untuk melakukan perbaikan pola hidup yang sederhana. Inilah sebuah investasi yang dapat memberikan manfaat besar dalam menjaga kejernihan ingatan selama bertahun-tahun ke depan.